Ia hanya seorang anak pungut. Tanpa nama dan tanpa materi. Ibuku yang mengambilnya dari semak-semak berlumpur. Ibuku yang memandikannya, memakaikannya baju, hingga memberinya nama.
Lalu apa yang dilakukannya sekarang? Menjadi anak nakal yang suka mencuri. Mencuri mangga, sendal, bahkan uang tabungan yang akan ku belikan sepatu baru untuk menggantikan sepatu usangku.
Ibu tak hentihenti membelanya. Katanya ia masih kecil, katanya ia masih belajar, katanya ia tak tau apaapa.
Aku jadi semakin membencinya karena ia telah mengambil Ibuku, kehidupanku.
Hari minggu di dini hari yang sepi, ku gendong ia dalam lelap tidurnya. Kemudian ku hadiahkan sesosok anak kecil nakal ini kepada ratu pantai selatan lewat sungai beraliran deras di samping kompleks. Ia menghilang ditelan arus.
Seminggu ini Ibu tak henti-henti menangis. Melepas kepergiannya, melepas kekayaannya. Dalam isak tangis Ibu bercerita, bahwa ia akan menukarkanku.