Pindah. Harus. Mau tak mau. Harus mau. Pindah.
Terima kasih atas semua waktumu, wahai istanaku. Telah mengizinkanku mencoreti dindingmu, berbaring menatap biru langit di atapmu, bersembunyi agar tak mengaji di salah satu kamarmu, menyimpan ariari di dalam tanahmu, bertengkar memecahkan piring di lantaimu, dan menemani menatap gerimis di jendelamu.
Dua puluh lima tahun aku, kamu, dan segala kenangan tentang kita. Terima kasih, rumah. Karena telah menyediakan bahu untukku.
Darimu, aku mengerti arti kata “pulang”, “tinggal” dan “menetap”.
Selamat tinggal rumah. Semoga kau temukan kebahagiaan bersama penghuni baru. Kami menyayangimu. Selalu. Untuk selamanya.
.. suatu saat nanti izinkan aku untuk kembali pulang, tinggal, dan menetap disini. Memelukmu lagi.