Masih ingatkah kau tentang kita?
Berliter-liter air infus yang masuk melalui selang-selang transparan, obat-obat mahal yang harus kau telan bersama semua kenangan, pahit menusuk pangkal tenggorokan. Disana ada aku.
Masih ingatkah aku tentang kita?
Tak pernah ada pelukan sepulang kerja, pakaian kotor menumpuk, dan meja makan yang kosong sekosong hatiku, pahit menusuk ulu hati. Disana ada kamu.
Kita saling menemukan. Kita saling menghangatkan. Kita telah menjadi kita. Kita adalah kita yang terisi. Kita adalah kita yang manis oleh puisi.
Bagaimana kabarnya pertemuan dini hari? Tidakkah kau rasakan hangatnya mulai menyesapi. Pembuluh darah kasih yang beku sekejab mencair oleh tawamu, tangismu, desahmu.
Bagaimana kabarnya jog belakang motor? Tidakkah kau rasakan indahnya mulai membelenggu. Tangan yang melingkari perut, degupan yang berdetak di punggung, dan bisikan mesra diantara lalu lalang kendaraan.
Tidak bisakah kita menjadi kita?
Aku akan menghapus lukamu oleh bentakan dan ancamannya. Kau akan menghapus lukaku oleh amukan dan sikap dinginnya.
Tidak bisakah kita menjadi kita yang dulu?
Andai saja kau mengiyakan, mungkin kutak akan mau kembali dengannya.
Bisakah kita?
–*Kau hanya kesepian, Dan. Hatimu tak pernah ada disini.