19 dari 30 HARI BERCERITA

To Hani. ⁣

Happy Birthday, Han. Doaku masih sama, semoga kamu selalu bahagia baik denganku atau tanpaku. ⁣

Kamu bahagia saja, terluka itu bagianku.⁣

Kau ingat? Aku pernah berkata bahwa aku tak akan meninggalkanmu hingga kamu bahagia. Kalimat terakhir yang pernah kau ucapkan –yang selalu kuingat hingga akhir hayat: marilah kita cari kebahagiaan dengan cara masing-masing. Ketika itulah aku berpikir bahwa ini waktu yang tepat untuk melepasmu. ⁣

Bahwa kau sudah bahagia, tanpaku. ⁣

Hal yang paling menyedihkan bukanlah aku mencintaimu sedangkan kamu tidak. Biarlah. Aku sudah terbiasa tersakiti. Yang lebih menyesakkan dari semua itu adalah ketika aku bahagia disini sedang kau tidak. Dan aku tidak ada disana. ⁣

Kau hanya harus bilang. Kadang ada beberapa orang yang ga bisa dikasih kode. Aku salah satunya. Aku bukan orang yang dulu kau kenal, aku tak mau lagi menduga-duga semua kalimat yang kau posting di sosial media apakah itu untuk aku atau untuk orang lain. Karena itu satu-satunya upaya untuk.. Ya kau tau sendirilah walau sebenarnya aku tak mampu. Kalau kau butuh aku, just text me oke? Aku harap aku ada disana untuk membuatmu bahagia. ⁣

Walau keadaannya kini sudah jauh berbeda, tapi setidaknya kau harus bahagia. Biar usahaku dulu yang pernah menjaga pacar orang, membahagiakan pacar orang, tidak berakhir sia-sia. ⁣

Be happy, Han. ⁣

With love, ⁣
Dani. ⁣

#30haribercerita ⁣#30HBC20⁣

Dani & Hani

Kau mencintai siapa?
Dirimu.
Aku?
Ya. Kau, dani.
Aku di kenyataan ataukah aku di dalam pikiranmu?

image

Aku mencintaimu dengan rumit. Terlalu rumit. Sangat rumit.

Dani adalah kamu.
Dani adalah tokoh dalam ceritaku.

Aku mencintai tokoh dalam ceritaku dan ku anggap dia adalah kamu.
Ataukah, Aku mencintaimu dan ku gambarkan kau sebagai tokoh dalam ceritaku.

Lalu yang mana pilihanmu?
Entahlah.
Aku adalah Dani atau Dani?

Bisa berhentikah kau menanyakan hal itu? Kau hanya cukup tau bahwa aku mencintaimu. Itu saja. Tanpa ada pertanyaan lagi.

Sama seperti aku. Aku hanya perlu tau bahwa kau mencintaiku. Tanpa aku harus tau berapa banyak Hani selain aku yang kau cinta.

Cukup itu saja.

image

Cukup hanya ada kau dan aku. Aku padamu dan kau padaku. Tanpa perlu tau kamu padanya atau aku pada dirinya.

Masih

image

Aroma kopi dan rokok disela peluk dan cumbu. Wewangian di ujung telinga melintasi ingatan. Dan sepasang mata di balik lensa.

Ada kamu yang dulu.

Terselip diantara rusuk dan punggung. Tertindih oleh waktu dan rindu. Terbentang jauh dengan jarak dan kepemilikan.

Kamu yang dulu dengan rasa yang sama hingga sekarang.

#DAN

Selamat Ulang Tahun

Ribuan detik ku habisi
Jalanan lengang ku tentang
Oh, gelapnya, tiada yang buka
Adakah dunia mengerti?

Miliaran panah jarak kita
Tak jua tumbuh sayapku
Satu-satunya cara yang ada
Gelombang tuk ku bicara

Tahanlah, wahai Waktu
Ada “Selamat ulang tahun”
Yang harus tiba tepat waktunya
Untuk dia yang terjaga
Menantiku

Tengah malamnya lewat sudah
Tiada kejutan tersisa
Aku terlunta, tanpa sarana
Saluran tuk ku bicara

Jangan berjalan, Waktu
Ada “Selamat ulang tahun”
Yang harus tiba tepat waktunya

Mundurlah, wahai Waktu
Ada “Selamat ulang tahun”
Yang tertahan tuk ku ucapkan
Yang harusnya tiba tepat waktunya
Dan rasa cinta yang slalu membara
Untuk dia yang terjaga
Menantiku

image

#Dee #Rectoverso

Apakah kau?

Sebelumnya

Apakah kau bahagia?

Aku mendengar isakmu di balik pintu toilet. Ya. Itu isakmu, bukan isak orang lain. Aku tahu bahwa setengah jam yang lalu kau masuk ke salah satu biliknya. Hingga saat ini, tepat ku berdiri di depannya kau tak kunjung keluar. Tetap disana ditemani isakmu yang tak kunjung mereda.

image

Apakah kau bahagia?

Badanku bersandar pada keramik wastafel. Memunggungi cermin besar yang tengah menampilkan keraguanku. Kedua tangan ku masukkan ke dalam saku. Di salah satunya ku remas-remas tisu yang tak kunjung ku berikan padamu.

Kau mungkin sedang marah. Atau mungkin sedang kesal. Mungkin juga tengah memendam rindu. Kau menyimpan tanya di benakku.

Ku tekadkan langkah menujumu. Perlahanlahan. Hingga ujung sepatuku mungkin dapat kau lihat dari dalam sana.

Tangan kananku mendorong pintu bilik perlahan. Aku tau kau segaja tak mengunci pintunya karena kau yakin tak ada manusia di gedung ini yang menjalani lembur di sabtu malam hampir dini hari. Dan kau tidak tau bahwa aku tidak segaja tertidur di mobil hingga melupakan dokumen-dokumen yang akan ku bawa meeting besok di luar kota. Sehingga ketika aku memasuki lantai ruangan kita, aku melihatmu berjalan tertunduk menuju toilet. Aku tau bahwa kau tak tau.

Hani, apakah kau bahagia?

Kau terduduk di atas kotak tempat penyimpanan air, sedang sepatumu berada di dudukan toilet yang segaja ditutup. Rok hitammu sedikit tersibak. Kau tak peduli dan tak akan mau peduli. Karena tak ada yang peduli dengan hatimu.

Ku singkap earphone dari kedua telingamu. Kau menengadah dan kau terlihat kaget,  matamu sembab. Lagu kesayanganmu mengalir dari earphone. All I have to give. Lagu cinta kita berdua.

Apakah kau bahagia?

Isakmu berubah menjadi tangis tak berkesudahan. Pipimu hangat ketika ku sentuh. Rambut pendek acakacakan bersimbah peluh atas pertanyaan yang tak akan pernah terjawab. Olehmu. Juga olehnya.

Apakah ia melukaimu?
Ataukah ia berlaku jahat padamu?
Apakah ia mengecewakanmu?
Ataukah ia berhenti untuk peduli padamu?

Apakah kau bahagia, Hani?
Apakah kau bahagia dengannya?
Apakah kau bahagia dengan pernikahanmu?

Kau pernah berjanji akan baikbaik saja dengannya. Kau pernah berjanji akan baikbaik saja tanpaku. Kau sudah berjanji, Hani. Dan kau harus menaatinya. Karena aku tak suka jika kau ingkar.

Apakah kau bahagia?

Diammu membunuhku. Tangismu tak berubah menjadi sebaris kalimat penghilang gundah di hatiku. Jika ku tanyakan pertanyaan yang aku tau kau tak akan mau menjawabnya, kau akan berkata pendek.

Kau sudah tau tanpa aku harus menjawabnya, Dan.

Delapan kata lengkap. Namun hanya tiga kata yang berfungsi sebagai jawabanmu. Kau – sudah – tau.

Aku bukan peramal. Aku bukan dukun. Aku tak tau apa yang menjadi gelisah di hatimu. Kau harus mengatakannya, Han.

Namun air matamu telah menjadi jawaban atas semua pertanyaanku.

Aku tau, kau tidak bahagia.

Ku dekap badannya yang hangat ke dadaku. Lampiaskan seluruh gundahmu. Keluarkan semua gelisah yang mencekik lehermu. Pasrahkan semuanya padaku, Han. Semuanya. Bahkan jika gundah gulana itu berbalik menyerangku, aku siap.

Dan tanganmu terlingkar dalam isak yang temponya telah menurun. Ku hirup aroma rambutmu dalamdalam. Berharap agar terpenuhi ruang kosong di hati yang lama tak berpenghuni.

Aku tau, Hani. Kau bahagia jika bersamaku. Aku tau.